Pencari Rupiah dengan Topeng Badut
Ada salah seorang pengamen menggunakan topeng badut sambil berjoget dengan membawa alat musik mereka bernama Bapak supratman dan Ibu salamah mengais rupiah di simpang perempatan di Masjid Agung.
Para pencari receh dengan menggunakan topeng badut menari dengan sangat bahagia ketika mendapatkan recehan yang diberikan para pengendara mobil dan motor. Surabaya, hari ini adalah hari minggu.
Hari dimana semua orang berlibur untuk menikmati akhir pekan bersama keluarga tercinta. Banyak diantara mereka yang berlibur keluar kota, maupun pergi ke mall di daerah kota atau pergi ke beberapa tempat wisata, tapi tidak dengan sepasang suami istri ini. Mereka mencari rejeki dengan menghibur para pengguna jalan yang berhenti di lampu mereka, dengan berjoget ria ditemani alat music yang diletakan disampingnya.
Sebelumnya, perkenalkan dahulu namanya adalah Bapak Supratman dan Ibu Salamah yang bekerja sebagai topeng badut pada setiap lampu merah Maskot Galeri. Ya tentu saja di karenakan terhimpit biaya dan sulitnya mencari kerja. Karena Bapak Supratman di phk dari tempat kerja sebelumnya karena pengurangan pegawai. Pandemi ini sangat sulit mencari kerja, sehingga mereka berinisiatif untuk menjadi pengamen jalanan.
Oh iya, aku mereka berasal dari daerah solo jawa tengah. Ternyata mereka mempunyai anak yang memiliki tekad mempunyai cita-cita kuliah di Jakarta. Karena itu, mereka berusaha keras demi anak mereka, tapi pada akhirnya semua itu terwujudkan dengan berbagai macam rintangan saat ini yang tidak mudah,sampai saat ini anak dari Bapak Supratman dan Ibu Salamah mendapatkan beasiswa melanjutkan sekolah meski belum sampai kuliah. Karena kondisi perekonomian membuat mereka bekerja keras demi mencukupi kebutuhan hidup, meski harus menjadi pengamen jalanan dengan menggunakan topeng badut.
Tapi sering kali mereka tertangkap oleh satpol pp. Karena sudah termasuk pengamen yang menganggu pengguna jalanan. Sehingga yang dilakukan mereka adalah berpindah kota. Anak mereka cukup pintar sehingga dapat bantuan biaya sekolah dari pemerintah.
Tapi itu hanya digunakan untuk pendidikan anaknya, bukan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Setiap hari mereka berangkat pukul 06.00 pagi hingga pukul 21.00 malam. Jika melebihi pukul 22.00 akan ada razia karena masih terdapat batasan waktu skala besar pandemi ini.
Bertopeng Badut Sambil berjoget, menggunakan music dari sound system mini dengan menggunakan daya listrik dari aki berjoget di pinggir lampu merah. Mereka mengatakan bahwa menjalani profesi ini sudah 2 tahun semenjak adanya pandemi. “Sebenarnya saya jadi badut joget dari satu bus satu ke bus lainya, beberapa bulan. Karena adanya pembatasan ketat di dalam transportas bus. Sehingga memilih di setiap lampu merah sudut kota.
Mereka menceritakan bahwa penghasilanya setiap hari tidak menentu bergantung pada pemberian pengendara yang berhenti di lampu merah, tidak sedilit pula mereka melempar koin 500 atau lemabaran 10000 mereka mengaiis pundi-pundi rupiah.
“Kadang yang didapat 50.000 ribu seharian kalau ada yang kasih dan seringkali juga cuma 10.000 ribu rupiah,” Kata mereka.
Mereka berjoget dengan bahagia di iringi musik yang juga seringkali tidak dihiraukan oleh para pengemudi yang berhenti di lampu merah meskipun telah bersusah payah berjoget kesana kemari membawa alat musik mini. Tidak banyak yang memberikan recehan.
“Namanya juga rezeki, kadang dapat lumayan cukup untuk makan dan kebutuhan sehari-hari kadang bawa sedikit kadang tidak cukup untuk makan. Tapi juga seringkali pulang hanya membawa uang sama sekali apalagi saat turun hujan,” ujarnya dengan sedih.
Apapun usahanya semua dilakukan meski rela mengalami panas, pengab, lelah, basah kuyup apa ketika kehujanan dibalik topeng itu. Tidak membuat mereka lelah dalam mencari nafkah. Meski mereka sudah sepuh, namun masih berjuang demi mencukupi hidup dan demi anaknya yang memiliki mimpi tinggi. Topeng badut sepertinya terlhat mudah, hanya menghibur setiap pengendara motor atau mobil.
Padahal belum tentu mereka memberika sedikit uanllg receh sepeserpun. Meski hanya 500 rupiah sampai 1000 rupiah, itu sudah sangat berarti bagi mereka berdua. Sebenarnya terlihat sangat kasian, merasakan bagaimana pengapnya seharian suntuk didalam itu. Blm lagi jika waktu hujan. Bagaimana mungkin tidak merasakan dinginnya air hujan didalam kostum. Berapapun yang mereka dapatkan yang terpenting disyukuri. Karena mencari kerja juga tidak mudah.
Resiko tertangkap satpol pp sudah biasa. Karena memang disisi lain termasuk pengamen jalanan, yang sudah menganggu ketertiban lalu lintas. Ketika disetiap lampu merah sudut kota, sudah banyak sekali yang menggunakan topeng badut untuk mengais rejeki. Bersyukurlah apa yang kita kerjakan dapat tercukupi, karena apa yang mereka lakukan juga untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Meski terlihat kita yang susah, masih ada yang begitu susah mencari uang. Tidak tentu dapat uang, panasnya matahari, dinginnya karena hujan cuaca apapun seharian dilakukan. Belum lagi jika harus selalu ditangkap karena satpol pp. Mereka tidak mengeluh sedikitpun meski tidak mendapatkan uang seperpun.
Lantas bagaimana kita? yang sudah ditetapkan mendapat gajian, namun masih terus terasa kurang. Padahal mereka saja menerima atas apa yang sudah diberikan, berapapun uang yang didapatkan. Apapun yang dilakukan semua pasyi ada resikonya masing-masing. Salut dengan anak dari mereka yang juga berjuang untuk meringankan beban orang tua dalam segi pendidikan. Meski anaknya berada di kampung bersama Kakek Neneknya.
Tapi anaknya juga turut membantu berjualan keliling. Mengingat orang tuanya hanya sebagai pengamen yang menggunakan costum topeng badut, tidak membuatnya malu. Costum badut memiliki bermacam-macam karakter. Bapak supratman dan Ibu salamah memiliki beberapa kostum seperti micky mouse, doraemon, dora, teletubies, dan juga kelinci.
Pernah juga suatu ketika ada rejeki yang tidak terduga, yaitu adanya sebuah tawaran mengisi beberapa ulang tahun anak. Mereka berdua disewa untuk menghibur anak-anak di acara tersebut. Rejeki yang tidak terduga, mereka berdua meski di lampu merah menggunakan topeng badut tapi tidak lupa juga melakukan ibadah wajibnya yaitu sholat. Lokasi tempat mereka tidak begitu jauh ketika menghibur, tapi ketika waktu sudah menentukan waktu sholat. Mereka melakukannya secara bersama.
“Apapun pekerjaannya, kita tidak pernah absen sholat. Karena itulah penentu rejeki kita. Karena suatu saat yang dipertanyakan terlebih dahulu adalah sholat, bukan pekerjaan ataupun uang.” kata Bapak.
Ibu Salamah hanya bisa mengikuti dan menuruti apa kata Bapak Supratman.
Sangat salut dengan perjuangan mereka dalam bekerja dan juga beribadah. Karena itu mereka tidak pernah malu, tidak pernah mengeluh, dan selalu bersyukur disetiap waktu. Lantas yang sudah pernah mereka katakan, membuat tertegun karena merasa bahwa kurang bersyukur dan terus mengeluh.
Topeng badut bukanlah pekerjaan yang mudah, namun sebagai hiburan yang sedang mencari rejeki. Tapi sudah banyak sekali para pencari rejeki dengan menggunakan kostum bermacam-macam modelnya disetiap sudut lampu merah kota. Entah karena terpaksa ataupun kondisi lainnya yang memang mendesak.